Diduga Tidak Sesuai Prosedur, Oknum Polsek Suralaga Dilaporkan Ke Kadivpropam Mabes Polri

LOMTIM || RWN.CO.ID-
Kuasa hukum dari salah satu diduga korban tindak kekerasan terhadap anak di bawah umur melayangkan laporan kepada Kadivpropam Mabes Polri terhadap sejumlah oknum kepolisian di Polsek Suralaga, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.
Laporan tersebut ditujukan kepada oknum penyidik Reskrim, Kanit Reskrim, hingga Kapolsek Suralaga atas dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam proses penanganan perkara.
TM.Teuku Luqmanul Hakim. S.H.,M.H selaku kuasa hukum pihak pelapor, menyampaikan bahwa terdapat beberapa kejanggalan dalam proses penyelidikan kasus dugaan kekerasan fisik terhadap anak yang dilakukan oleh pihak Polsek Suralaga.
“Kami menduga telah terjadi ketidaksesuaian prosedur dalam penanganan perkara ini. Seharusnya, karena ini menyangkut kekerasan terhadap anak, penanganannya dilakukan oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di tingkat Polres atau Polda, bukan oleh penyidik umum di Polsek,” ujar Lukmanul Hakim dalam keterangan tertulis.
Ia juga menyayangkan langkah penyidik yang mengarahkan pelapor untuk melakukan visum et repertum di Puskesmas, padahal lazimnya pengantar visum diberikan ke rumah sakit umum daerah yang telah menjalin kerja sama resmi dengan pihak Kepolisian di wilayah NTB.
Dalam SP2HP yang diterima oleh pelapor, disebutkan bahwa penyidik telah melakukan sejumlah langkah seperti wawancara terhadap korban, saksi, terlapor, olah TKP, dan mengamankan seutas tali nilon yang diduga sebagai barang bukti. Namun, menurut kuasa hukum, terdapat bukti video visual yang diserahkan oleh pihak korban, namun tidak dijadikan sebagai petunjuk ataupun alat bukti dalam perkara ini.
“Video tersebut menunjukkan momen kejadian secara jelas. Kami memandang seharusnya itu dapat dijadikan sebagai petunjuk hukum sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia juga mengkritisi pelaksanaan gelar perkara yang dinilainya tidak cermat. Terlebih, korban dalam kasus ini merupakan anak di bawah umur. Menurutnya, gelar perkara seharusnya tidak dapat dilakukan jika proses penyidikan tidak ditangani oleh penyidik yang memiliki kewenangan khusus, seperti Unit PPA.
Hasil gelar perkara yang dipimpin oleh Kasat Reskrim Polres menyebutkan bahwa perkara belum dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan, karena dinilai belum cukup dua alat bukti. Namun, kuasa hukum korban berpendapat sebaliknya.
“Menurut analisa kami, dua alat bukti telah cukup terpenuhi, yaitu dari hasil temuan barang bukti serta video visual kejadian. Ini sudah seharusnya menjadi dasar untuk menetapkan tersangka,” tegasnya.
Kuasa hukum juga meminta jaminan kepastian hukum yang adil, tidak hanya kepada pihak terlapor sebagai pelaku dugaan kekerasan, namun juga terhadap oknum aparat kepolisian yang diduga menangani perkara ini di luar kewenangannya.
“Kami berharap supremasi hukum dapat ditegakkan. Jika hal seperti ini dibiarkan, akan menjadi preseden buruk bagi keadilan dan perlindungan hukum, terutama terhadap anak sebagai kelompok rentan,” pungkasnya.
Laporan ke Divisi Propam Mabes Polri ini diharapkan menjadi perhatian serius institusi kepolisian untuk memastikan bahwa setiap proses penegakan hukum berjalan sesuai dengan prosedur dan etika profesi yang berlaku.
Pelor/Tim.